Kilas Sumberayu- Dunia pendidikan memang mengasyikkan, apalagi ketika komunikasi antara siswa dengan guru (nyambung). Di sekolah, Guru dengan sekuat tenaga memberikan pengetahuan serta mengajarkan hal-hal yang positif terhadap siswanya. Baik melalui mapel yang diajarkan maupun lewat nasihat. Selain itu, pandangan seorang siswa terhadap gurunya adalah seseorang yang sempurna, dapat dijadikan contoh. Akan tetapi hal itu bisa berbalik, ketika seorang guru melalaikan tugas utamanya.
Saat ini dengan uang akan menentukan nasib seseorang. Baik itu orang yang mau naik jabatan maupun hanya untuk mendapat tunjangan dari pemerintah. Itu terjadi tidak di tingkat atas saja, akan tetapi di tingkat bawah pun terjadi hal seperti itu.
Di suatu Instansi Pendidikan naungan Kementerian Agama di kecamatan Muncar, ada seorang guru yang mengurusi kenaikan tingkat, ketika itu dia memerlukan dokumen-dokumen yang perlu ada tanda tangan seorang pengawas. Akan tetapi, dalam proses itu ada hal-hal yang aneh, karena ternyata tanda tangan pengawas itu di bandrol sekian rupiah. Apakah itu hal yang lumrah? Atau pantaskah itu dilakukan oleh seorang pegawai Kementerian Agama?
Anehnya lagi, bandrol itu tetap menjadi tradisi, karena hal itu terulang lagi ketika para guru di wilayah kecamatan Muncar mengurus berkas pengajuan tunjangan dari Pemerintah. Lagi-lagi ada bandrol tertentu untuk tanda tangan dari sang pengawas. Apakah pengawas itu bisa dikatakan sebagai seorang koruptor? Apakah itu harus diberantas atau dipupuk saja supaya gendut?
Jika hal itu memang sudah membudaya, apalagi di lingkup Kementerian Agama, yang seharusnya bersih dari hal-hal seperti itu, dan tidak salah jika ada pendapat dari beberapa teman yang mengatakan bahwa Kementerian Agama gudangnya koruptor. Sungguh ironis .