Kilas Sumberayu- Dzolim (arab) yang bahasa Indonesianya adalah meletakkan atau memposisikan sesuatu tidak pada tempatnya, madarasah (arab) yang bahasa Indonesianya adalah sekolahan, namun biasanya Madarasah adalah sekolahan yang sistem pendidikannya berada dibawah naungan departemen agama. Mengapa dzolim yang biasanya dianggap tidak baik kok malah dipelajari, di madarasah lagi? Padahal pada pelajaran agama terutama pelajaran akhlak diterangkan bahwa dzolim merupakan salah satu perbuatan yang tidak terpuji, dan kejadiannya memang mayoritas terjadi di madarasah
Teringat beberapa waktu yang telah berlalu, bapak saya adalah seorang guru yang menyelesaikan pendidikan di PGA (Pendidikan Guru Agama) dan awalnya memang sesuai bidangnya yaitu guru agama di sebuah SD. Namun setelah beberapa lama mengajar di SD tersebut bapak saya ada yang meminta untuk mengajar di sebuah madarasah yang setingkat dengan SD dan tempatnya tidak jauh dari tempat tinggal kami, namun karena di madarasah maka mata pelajaran yang diajarkan bukan pendidikan agama yang sesuai dengan keahliannya tetapi disuruh menyampaikan pelajaran Matematika dan Bahasa Indonesia
Pada saat usia sekolah, saya juga sempat mengenyam salah satu madarasah, pada waktu itu madarsah yang setara dengan SMP, selama tiga tahun menikmba ilmu di madarasah tersebut dan dari semua guru yang ada hampir semuanya tamatan PGA, namun beliau-beliau mengajarkan mata pelajaran sesuai pelajaran di sekolah pada umumnya, Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, Fisika dan lain-lainnya, itu dulu
Dan ada yang terasa aneh, kerena terjadi di abad 21 ini, salah satu madarasah yang setingkat dengan SD memiliki seorang guru yang mengajar mata pelajaran yang sesuai dengan apa yang dipelajarinya saat belajar dulu, namun anehnya setelah proses belajar mengajar berlangsung lama dan menghasilkan beberapa alumni peserta didik guru tersebut malah tidak diberi jam mengajar dan diganti dengan seorang guru yang kurang memahami dengan pelajaran tersebut, bahkan bisa dikatakan bukan bidangnya namun tetap dipaksakan agar tetap dipegangnya dan jelas akibatnya berdampak pada kemampuan dan pemahaman siswa pada mata pelajaran tersebut
Pernah saya bertanya pada sesorang yang saya anggap paham di bidang akhlak dan budi pekerti, "Apakah hal-hal seperti cerita di atas bisa dikatakan dzolim, kan menempatkan seseorang tidak pada bidang dan keahliannya?"
Namun jawabnya, "Sebenarnya jika diamati dari bahasa sih memang dzolim, namun karena kebutuhan kan bisa dimaklumi." Dan saya bergumam, "Wah berarti hukumnya hanya karena kebutuhan, dari yang tidak baik menjadi dianggap baik, wah wah."
Jika membaca, mengamati dan memahami cerita di atas, ada pertanyaan yang terganjal di hati, "Siapa yang dzolim dan siapa yang telah didzolimi?" Hanya orang-orang yang bernurani jernih saja yang pantas menjawabnya.
Dalam renungan teringat do'a nabi Yunus ketika berada dalam perut ikan paus "La ilaha illa anta subkhanaka inni kuntu minnadz dzolimin (tiada Tuhan selain Engkau maha suci Engkau sesungguhnya kami dari golongan orang-orang dzolim)"
Published with Blogger-droid v2.0.4