Setiap orang memiliki cara tersendiri untuk mengolah nafsu dan emosinya. Seperti halnya Suroso warga Desa Panderejo, Kecamatan Kota, Banyuwangi ini. Pria 53 tahun ini pernah sakit hati ditinggal istrinya begitu saja.
Tapi Suroso punya trik untuk menghindari berlaku kasar terhadap orang yang menyakitinya itu. Untuk melampiaskannya, dia memilih berkelana ke luar kota dengan menggunakan becak miliknya.
Siang ini, Suroso telah menempuh jarak dari Banyuwangi ke Porong, Sidoarjo. Namun, bukan berarti Suroso telah sampai ke tujuan. Suroso bersama becaknya yang ditempel spanduk 'Pariwisata osing tur Banyuwangi-Jakarta' saat ini terihat santai sabil membunyi-bunyikan alunan musik berbahasa osing dari tape recordernya.
"Saya mau ke Jakarta, pengen liat Monas," tutur Suroso saat beristirahat di bahu jalan Raya Porong Lama, Minggu (3/2/2013).
Saat ditanya siapa yang akan ditemui, Suroso hanya tersenyum. Sambil membenahi kaos putih tipisnya, Suroto bertutur bahwa dirinya tidak bermaksud menemui siapapun di Jakarta.
Suroso akhirnya menceritakan kisah hidupnya hingga ia nekat berkelana dari Banyuwangi-Jakarta dengan menggunakan becak. Dulu, belasan tahun yang lalu, ia pernah memiliki istri yang sangat dicintainya.
Meski tak secantik artis-artis perempuan yang sering mondar-mandir di layar kaca, Suroto merasa istrinya kala itu adalah manusia yang sangat mengerti keadaan dan sosok Suroto. Sayangnya, setelah 11 tahun berumah tangga, istrinya kepincut pria lain.
Suroto jujur, dirinya sempat dipenuhi emosi. Namun, bila dipikir kembali, Suroso tak ingin membalas dendam ataupun balik menyakiti orang yang menyakitinya. Sejak itulah, duda tanpa anak ini akhirnya memilih berkelana keluar kota.
Sejak awal tahun 2011, Suroto sudah mulai berkelana menggunakan becak. Rute pertama, Suroto bahkan menempuh rute Banyuwangi - Malang pergi-pulang selama 12 hari. Kemudian tak lama setelah itu, Suroto kembali menempuh rute Banyuwangi-Madura dalam waktu 20 hari.
"Saya juga pernah berkelana dari Banyuwangi-Jogja hanya dalam waktu 15 hari pergi-pulang," ceritanya.
Itu artinya, pengelanaan Suroto dari Banyuwangi-Jakarta kali ini adalah perjalanan keempatkalinya. Dia mengku sangat menikmati setiap perjalanannya. Setiap pukul 19.00 WIB, dia manfaatkan untuk beristirahat. Kemudian esok paginya, Suroto kembali melanjutkan perjalanan.
"Kadang menumpang tidur di polsek ataupun di masjid yang saya lewati selama perjalanan," tutur Suroto.
Seringkali Suroto kembali mengenang nasibnya. Sebagai pria renta yang hanya berprofesi sebagai tukang becak, dirinya merasa harus merelakan kepergian istrinya. Kehidupan tukang becak yang sangat terhimpit ekonominya diduga kuat menjadi alasan utama sang istri meninggalkannya.
"Saya menyadari, saya hanya tukang becak, kehidupan saya juga kurang layak. Maka itu saya harus rela istri saya ikut pria lain, kalau itu jalan yang terbaik," ungkap dia.
Secara kasat mata, Suroso terlihat lebih tua dari umurnya. Kulit yang membungkus tubuhnya telah menghitam dan keriput. Apalagi pria yang sendirian berkelana dari Banyuwangi-Jakarta ini hanya mengenakan kaos putih, celana kain pendek berwarna gelap dan sepasang sandal jepit.
Pada becak bututnya, Suroso memasang Bendera Merah-Putih berukuran kecil di bagian kiri dan depan. Sementara, Merah-Putih berukuran besar dipasang di bagian belakang becak.