Kilas Sumberayu- Sering kali terdengar nyanyian lagu jawa yang isinya mengingatkan orang yang masih hidup untuk ingat dengan saatnya ajal menjemput. Tentang orang yang takut mati dengan menagis tersedu, meskipun berada di gedung yang terkunci namun ketika sudah saatnya ajal menjemput maka gedung dan kunci sudah tidak berguna, dan akan dinaikan kendaraan kereta jawa yang berroda manusia, ditutupi kapas dan dimandikan dengan air kembang, meski minta ampun pada Tuhan sudah tidak ada gunanya, mungkin terjemah ke baha Indonesianya sperti itu, dan lirik bahasa jawanya seperti berikut
Ana tangis kelayung layung, tangise wong kang wedi mati
gedhongana kuncenana, yen wes mati, masa wurunga
ditumpakke kreta jawa, rodhane rodha menungsa
ditutupi ambyang ambyang, disirami banyune kembang
duh Gusti Allah , Kula nyuwun pangapura
ning sayange wes ora ana guna…
Biasanya memang jenazah akan ditandu dengan keranda yang dipikul oleh manusia, namun itu dulu dan sekarang di Sumberberas sudah tidak begitu ngetrend, adanya jenazah diangkut dengan mobil jenazah berwarna kuning dengan tulisan "FARDU KIFAYAH" dari rumah orang yang meninggal menuju pemakaman. Mungkin karena mengikuti era globalisasi sehingga kendaraan pengangkat jenazah yang biasanya tandu berubah menjadi mobil
Meskipun kendaraannya berubah menjadi modern namun adat masih dipakai, masih ada pembawa beras kuning dan bunga (sawur) yang disebar di depan dan diikuti oleh mobil pembawa jenazah di belakangnya, jenazah meskipun dinaikan mobil namun masih dimasukkan dalam keranda dan ditutup dengan kain selayaknya jenazah dalam keranda yang dipikul. Pengantar jenazah dari keluarga dan tetangga ataupun kerabat yang biasanya jalan kaki juga berubah naik motor atau kendaraan yang lain, meski juga masih ada yang berjalan kaki mengkuti laju kendaraan yang berjalan pelan