BANYUWANGI - Peringatan Hari Raya Nyepi di Banyuwangi dilaksanakan tanpa festival dan arak-arakan ogoh-ogoh. Boneka aneka karakter dari kertas berukuran besar ini biasanya diarak oleh umat Hindu dan kemudian dibakar satu hari menjelang Nyepi. Festival arak-arakan Ogoh-ogoh tidak dilaksanakan karena alasan keamanan, mengingat Hari Raya Nyepi yang tahun ini diperingati pada 31 Maret berdekatan dengan pelaksanaan Pemilu pada 9 April.
"Untuk kali ini, ogoh-ogoh ditiadakan karena berbagai alasan. Tapi bagi kami masyarakat Hindu di Banyuwangi tidak menjadi soal," kata Ketut Suwine, ketua panitia pelaksanaan upacara Melasti masyarakat Hindu di Banyuwangi, Sabtu (29/3/2014).
"Selain arak-arakan Ogoh-ogoh itu hanya budaya bukan rangkaian upacara, yang utama bagi kami adalah tercipta kerukunan dan ketentraman di lingkungan," lanjut Ketut, yang ditemui disela-sela Upacara Melasti di Pantai Boom, Banyuwangi.
Menurut Ketut, sebagai ganti prosesi pembakaran Ogoh-ogoh yang mengambarkan pengusiran roh jahat, umat Hindu melaksanakan prosesi mecaru alit di rumah masing-masing. Upacara ini dimaksudkan agar roh jahat yang menghuni rumah pergi sehingga lingkungan sekitar menjadi nyaman dan tentram.
Sementara itu, dalam upacara Melasti di Pantai Boom pada Sabtu siang, ratusan umat Hindu dengan khusuk melakukan serangkaian prosesi, seperti mengarak jolen dan melaksanakan upacara Mendak Tirta, atau mengambil air suci dari selat Bali.
Air dari laut ini yang juga disebut air kamandalu (air suci) kemudian digunakan untuk menyucikan benda-benda yang disakralkan. Suminto, Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi, mengatakan upacara Melasti dilakukan untuk membersihkan sifat buruk manusia dan membersihkan alam raya.
"Upacara itu dilakukan sebagai simbol peleburan enam sifat buruk manusia yakni nafsu biologis, rakus, kemarahan, madha atau kemabukan, kebingungan, dan sikap iri hati," ucapnya. (dikutip dari surabaya.tribunnews.com )