03 Januari 2013
Menjual Keperawanan
Gadis itu berjalan agak ragu memasuki hotel berbintang lima. Seorang petugas satpam yang berdiri di samping pintu hotel menangkap kecurigaan pada wanita itu. Tetapi dia hanya memandang saja dengan awas ke arah langkah wanita itu yang kemudian mengambil tempat duduk di lounge yang agak di pojok.
Petugas satpam itu memperhatikan sekian lama, ada sesuatu yang harus dicurigainya terhadap wanita itu. Karena dua kali waiter mendatanginya tapi, wanita itu hanya menggelengkan kepala. Mejanya masih kosong. Tak ada yang dia pesan. Lantas untuk apa wanita itu duduk seorang diri; adakah seseorang yang sedang ditunggunya?
Petugas satpam itu mulai berpikir bahwa wanita itu bukanlah tipe wanita nakal yang biasa mencari mangsa di hotel ini. Usianya nampak belum terlalu dewasa, tetapi tak bisa dibilang anak-anak. Sekitar usia remaja yang tengah beranjak dewasa.
Setelah sekian lama, akhirnya memaksa petugas satpam itu untuk mendekati meja wanita itu dan bertanya:
”Maaf, Nona.… Apakah anda sedang menunggu seseorang?”
”Tidak!” jawab wanita itu sambil mengalihkan wajahnya ke tempat lain.
”Lantas untuk apa anda duduk di sini?”
”Apakah tidak boleh?” wanita itu mulai memandang ke arah sang petugas satpam.
”Maaf, Nona. Ini tempat berkelas dan hanya diperuntukan bagi orang yang ingin menikmati layanan kami.”
”Maksud Bapak?”
”Anda harus memesan sesuatu untuk bisa duduk di sini.”
” Nanti saya akan pesan setelah saya ada uang. Tetapi sekarang, izinkanlah saya duduk di sini untuk sesuatu yang akan saya jual,” kata wanita itu dengan suara lambat.
”Jual? Apakah anda menjual sesuatu di sini?”
Petugas satpam itu memperhatikan wanita itu.Tak nampak ada barang yang akan dia jual. Mungkin wanita ini adalah pramuniaga yang hanya membawa brosur.
”Oke-lah. Apapun yang akan anda jual, ini bukanlah tempat untuk berjualan. Mohon mengerti.”
”Saya ingin menjual diri saya,” kata wanita itu dengan tegas sambil menatap dalam-dalam ke arah petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terkesima sambil melihat ke kiri dan ke kanan.
”Mari ikut saya,” kata petugas satpam itu memberikan isyarat dengan tangannya.
Wanita itu menangkap sesuatu tindakan kooperatif karena ada secuil senyum di wajah petugas satpam itu. Tanpa ragu wanita itu melangkah mengikuti petugas satpam itu.
Di koridor hotel itu terdapat kursi yang hanya untuk satu orang. Di sebelahnya ada telepon antar ruangan yang tersedia khusus bagi pengunjung yang ingin menghubungi penghuni kamar di hotel ini. Di tempat inilah deal berlangsung.
”Apakah anda serius?”
”Saya serius,” jawab wanita itu tegas.
”Berapa tarif yang anda minta?”
”Setinggi-tingginya...."
”Mengapa?” petugas satpam itu terkejut sambil menatap wanita itu.
”Saya masih perawan.”
”Perawan?” Sekarang petugas satpam itu benar-benar terperanjat. Tetapi wajahnya berseri; peluang emas untuk mendapatkan rezeki berlebih hari ini....
”Bagaimana saya tahu anda masih perawan?”
”Gampang sekali. Semua pria dewasa tahu membedakan mana perawan dan mana bukan..., iya kan?”
”Kalau tidak terbukti?”
”Tidak usah bayar.…”
”Baiklah.…” Petugas satpam itu menghela napas. Kemudian melirik ke kiri dan ke kanan.
”Saya akan membantu mendapatkan pria kaya yang ingin membeli keperawanan anda.”
”Cobalah.”
”Berapa tarif yang diminta?”
”Setinggi-tingginya. ”
”Berapa?”
”Setinggi-tingginya. Saya tidak tahu berapa?”
”Baiklah. Saya akan tawarkan kepada tamu hotel ini. Tunggu sebentar ya.”
Petugas satpam itu berlalu dari hadapan wanita itu. Tak berapa lama kemudian, petugas satpam itu datang lagi dengan wajah cerah.
”Saya sudah dapatkan seorang penawar. Dia minta Rp5 juta. Bagaimana?”
”Tidak adakah yang lebih tinggi?”
”Ini termasuk yang tertinggi,” petugas satpam itu mencoba meyakinkan.
”Saya ingin yang lebih tinggi….”
”Baiklah. Tunggu di sini…,” petugas satpam itu berlalu.
Tak berapa lama petugas satpam itu datang lagi dengan wajah lebih berseri.
”Saya dapatkan harga yang lebih tinggi, Rp6 jut. Bagaimana?”
”Tidak adakah yang lebih tinggi?”
”Nona, ini harga sangat pantas untuk anda!Cobalah bayangkan, bila anda diperkosa oleh pria, anda tidak akan mendapatkan apa apa. Atau andai perawan anda diambil oleh pacar anda, andapun tidak akan mendapatkan apa apa, kecuali janji. Dengan uang Rp6 juta anda akan menikmati layanan hotel berbintang untuk semalam dan keesokan paginya anda bisa melupakan semuanya dengan membawa uang banyak. Dan lagi, anda juga telah berbuat baik terhadap
saya, karena saya akan mendapatkan komisi dari transaksi ini dari tamu hotel. Adilkan? Kita sama-sama butuh….”
”Saya ingin tawaran tertinggi..., ”jawab wanita itu tanpa peduli dengan celoteh petugas satpam itu.
Petugas satpam itu terdiam. Namun, ia tidak kehilangan semangat.
”Baiklah, saya akan carikan tamu lainnya. Tetapi sebaiknya anda ikut saya. Tolong kancing baju anda disingkapkan sedikit agar ada sesuatu yang memancing mata orang untuk membeli,” pinta petugas satpam itu dengan agak kesal.
Wanita itu tak peduli dengan saran petugas satpam itu tetapi tetap mengikuti langkah petugas satpam itu memasuki lift.
Pintu kamar hotel itu terbuka. Dari dalam nampak pria yang dikenal petugas satpam itu sebagai anggota DPRD dari sebuah daerah tersenyum menatap mereka berdua.
”Ini yang saya maksud, Tuan. Apakah Tuan berminat?” tanya petugas satpam itu dengan sopan.
Pria bermata sipit itu menatap dengan seksama ke sekujur tubuh wanita itu.
”Berapa?” tanya pria itu kepada wanita itu.
”Setinggi-tingginya,” jawab wanita itu dengan tegas.
”Berapa harga tertinggi yang sudah ditawar orang?” tanya pria itu kepada sang petugas satpam.
”Rp6 juta, Tuan.”
”Kalau begitu saya berani dengan harga Rp7 juta untuk semalam.”
Wanita itu terdiam.
Petugas satpam itu memandang ke arah wanita itu dan berharap ada jawaban bagus dari wanita itu.
”Bagaimana?” tanya pria itu.
”Saya ingin lebih tinggi lagi."
Petugas satpam itu tersenyum kecut.
”Bawa pergi wanita ini,” ujar pria itu kepada petugas satpam sambil menutup pintu kamar dengan keras.
”Nona, anda telah membuat saya kesal. Apakah anda benar benar ingin menjual...?”
”Tentu!”
”Kalau begitu mengapa anda menolak harga tertinggi itu…?”
”Saya minta yang lebih tinggi lagi.…”
Petugas satpam itu menghela napas panjang, seakan menahan emosi. Dia pun tak ingin kesempatan ini hilang.
Dicobanya untuk tetap membuat wanita itu merasa nyaman bersamanya.
”Kalau begitu, kamu tunggu di tempat tadi saja, ya. Saya akan mencoba mencari penawar yang lain.”
Di lobi hotel, petugas satpam itu berusaha memandang satu-persatu pria yang ada, berusaha mencari langganan yang biasa memesan wanita melaluinya. Sudah sekian lama, tak ada yang nampak dikenalnya. Namun, tak begitu jauh dari hadapannya ada seorang pria yang sedang berbicara lewat telepon genggamnya.
”Bukankah kemarin saya sudah kasih kamu uang 25 juta rupiah. Apakah itu tidak cukup?” terdengar suara pria itu berbicara.
Wajah pria itu nampak masam seketika.
”Datanglah kemari. Saya tunggu. Saya kangen kamu.... Kan sudah seminggu lebih kita engga ketemu, ya sayang?!”
Kini petugas satpam itu tahu, bahwa pria yang dikenalnya sebagai pejabat birokrat itu sedang berbicara dengan wanita. Kemudian, ketika dilihatnya pria itu menutup teleponnya; ada kekesalan di wajah pria itu.
Dengan tenang, petugas satpam itu berkata kepada pria itu: ”Pak, apakah anda butuh wanita…?" Huffh ....
Pria itu menatap sekilas ke arah petugas satpam dan kemudian memalingkan wajahnya.
”Ada wanita yang duduk di sana,” petugas satpam itu menujuk ke arah wanita tadi, ia tak kehilangan akal untuk memanfaatkan peluang ini. “Dia masih perawan....”
Pria itu mendekati petugas satpam itu, wajah mereka hanya berjarak sejengkal. ” Benarkah itu?”
”Benar, Pak.”
”Kalau begitu kenalkan saya dengan wanita itu.…”
”Dengan senang hati. Tapi, Pak…, wanita itu minta harga setinggi tingginya.”
”Saya tidak peduli….” Pria itu menjawab dengan tegas.
Pria itu menyalami hangat wanita itu.
”Bapak ini siap membayar berapapun yang kamu minta. Nah, sekarang seriuslah!” kata petugas satpam itu dengan nada kesal.
”Mari kita bicara di kamar saja,” ajak pria itu sambil menyisipkan uang ke genggaman petugas satpam itu.
Wanita itu mengikuti pria itu menuju kamarnya.
Di dalam kamar.…
”Beritahu berapa harga yang kamu minta!”
...
”Seharga untuk kesembuhan ibu saya dari penyakit....”
”Maksud kamu?”
”Saya ingin menjual satu-satunya harta dan kehormatan saya untuk kesembuhan ibu saya. Hanya inilah cara yang saya lihat…. ”
”Hanya itu…?”
”Ya!”
Pria itu memperhatikan wajah wanita itu. Nampak terlalu muda untuk menjual kehormatannya. Wanita ini tidak menjual cintanya. Tidak pula menjual penderitaannya. Tidak! Dia hanya ingin tampil sebagai petarung gagah berani di tengah kehidupan sosial yang tak lagi gratis. Pria ini sadar, bahwa di hadapannya ada sesuatu kehormatan yang tak ternilai. Melebihi dari kehormatan sebuah perawan bagi wanita. Yaitu keteguhan untuk sebuah pengorbanan tanpa ada rasa sesal. Wanta ini tidak melawan gelombang laut melainkan ikut ke mana gelombang membawa dia pergi. Ada kepasrahan di atas keyakinan tak tertandingi. Bahwa kehormatan akan selalu bernilai dan dibeli oleh orang terhormat pula dengan cara-cara terhormat.
”Siapa nama kamu?”
”Apakah itu penting? Sebutkanlah harga yang bisa bapak bayar.… ” kata wanita itu.
”Saya tak bisa menyebutkan harganya. Karena kamu bukanlah sesuatu yang pantas ditawar. ”
”Kalau begitu, tidak ada kesepakatan!” cetus wanita itu sembari beranjak menuju pintu.
”Ada, tunggu dulu! ” cegah pria itu seketika.
”Sebutkan!”
”Saya membayar keberanianmu. Itulah yang dapat saya beli dari kamu. Terimalah uang ini. Jumlahnya lebih dari cukup untuk membawa ibumu ke rumah sakit.... Dan, sekarang pulanglah… ” kata pria itu sambil menyerahkan uang dari dalam tas kerjanya.
”Saya tidak mengerti….”
”Selama ini saya selalu memanjakan istri simpanan saya. Dia menikmati semua pemberian saya tetapi dia tak pernah berterima kasih. Selalu memeras. Sekali saya memberi maka selamanya dia selalu meminta. Tapi hari ini, saya bisa membeli rasa terima kasih dari seorang wanita yang gagah berani untuk berkorban bagi orang tuanya. Ini suatu kehormatan yang tak ada nilainya bila saya bisa membayar….”
”Dan, apakah Bapak ikhlas?”
”Apakah uang itu kurang? ”
”Lebih dari cukup, Pak ….”
”Sebelum kamu pergi, boleh saya bertanya satu hal?”
”Silahkan….”
”Mengapa kamu begitu berani…?”
”Siapa bilang saya berani? Saya takut, Pak….
Tetapi lebih dari seminggu saya berupaya mendapatkan cara untuk membawa ibu saya ke rumah sakit dan semuanya gagal.
Ketika saya mengambil keputusan untuk menjual kehormatan saya..., maka itu bukanlah karena dorongan nafsu; bukan pula pertimbangan akal saya yang `bodoh`.… Saya hanya bersikap dan berbuat untuk sebuah keyakinan….”
”Keyakinan apa?”
” Jika kita ikhlas berkorban untuk ibu atau siapa saja, maka Tuhan-lah yang akan menjaga kehormatan kita….”
Wanita itu kemudian melangkah ke luar kamar.
Sebelum sampai di pintu wanita itu berkata:
”Lantas apa yang bapak dapat dari membeli ini…?”
”Kesadaran….”
~~~
Di sebuah rumah di pemukiman kumuh.... Seorang ibu yang sedang terbaring sakit dikejutkan oleh dekapan hangat anaknya.
”Kamu sudah pulang, Nak?”
”Ya, Bu.…”
”Ke mana saja kamu, Nak…? Huffh!”
”Menjual sesuatu, Bu….”
”Apa yang kamu jual?” Ibu itu menampakkan wajah keheranan. Tapi wanita muda itu hanya tersenyum …
Hidup sebagai yatim lagi miskin terlalu sia-sia untuk diratapi di tengah kehidupan yang serba pongah ini; di tengah situasi yang tak ada lagi yang gratis. Semua orang berdagang. Membeli dan menjual adalah keseharian yang tak bisa dielakkan.
Tetapi Tuhan selalu memberi tanpa pamrih, tanpa perhitungan ....
”Kini saatnya ibu untuk berobat.…”
Wanita itu menggendong ibunya dari pembaringan sembari berkata: ”Tuhan telah membeli yang saya jual....”
Taksi yang tadi ditumpanginya dari hotel masih setia menunggu di mulut gang depan rumahnya.
Dimasukkannya ibunya ke dalam taksi dengan hati-hati dan berkata kepada supir: ”Antar kami ke rumah sakit....”
#dari catatan FB seseorang